Klaim Donald Trump atas Jerusalem kini viral tak hanya di media, tetapi sudah ke warung-warung kopi bahkan sampai ke dapur rumah tangga. Gaduh di alam maya juga di dunia nyata. Ini mirip kasus Ahok dulu yang menista Al Maidah 51 di Jakarta, langkah Trump berpola sama dengan kasus Ahok cuma ia berskala global, yaitu menyentuh ‘ruang’ yang sangat disakralkan oleh umat Islam: “Sentimen keagamaan”.
Tetapi kita tak boleh larut dalam bahasan sentimen dimaksud. Kenapa? Oleh karena dalam perspektif asymmetric warfare, klaim itu cuma isu dan/atau pemicu. Mengetuk pintu saja. Kita boleh membaca pada sisi lain terkait tren serta perubahan geopolitik di Jazirah Arab.
Terkait langkah Trump, ada dua asumsi, pertanyaannya, “Itu isu sebagai pola atau isu sebagai metode?” Jika sebagai metode maka sifatnya test the water. Meski cuma memancing reaksi publik, sekurang-kurangnya ia bisa mapping kekuatan baru. Siapa lawan, dimana kawan atau mana abu-abu. Safety player.
Think tank Trump mungkin membaca, ada arus kencang di dunia Islam. Mereka ingin melihat, arus ini riil atau cuma framing media. Mereka menyelam dalam pusaran kebangkitan. Artinya, jika akhirnya Trump membatalkan klaim atas Jerusalem, boleh ditebak arus kebangkitan itu sungguh nyata lagi luar biasa.
Bisa jadi, klaim itu dicabut kembali, ataupun isu Jerusalem terus dilanjutkan namun dibarengi upaya-upaya pecah belah agar arus melemah. Ada keuntungan dan kelemahan memang, di satu sisi, ia mengantongi pemetaan blok baru dan sekutu baru, di sisi lain meretakkan bagunan hegemoni Paman Sam selaku “polisi dunia” apabila isu dicabut.
Masih dalam bahasan isu sebagai metode, ada hal di luar prediksi. Ya. Bila blunder Ahok menimbukan arus kebangkitan kaum muslim di Indonesia, bisa jadi klaim Trump atas Jerusalam justru memunculkan gelombang kebangkitan Islam berskala global? Entahlah. Perkembangan (geo) politik memang bersifat turbulent dan unpredictable.
Sekarang kita bahas isu sebagai pola. Sebagai pola, isu sifatnya cuma awalan saja. Pintu pembuka. Setelah itu akan diluncurkan tema atau agenda, dan terakhir ditancapkan skema.
Dalam isu sebagai pola, agenda berikutnya adalah langkah pasti. Artinya, entah isu yang ditebar menimbulkan protes keras dan/atau penolakan disana-sini. Tak masalah. Publik tidak lagi disuguhi berita tetapi telah dicekoki agenda. Seperti peristiwa 9-11/WTC contohnya atau isu senjata pemusnah massal di Irak dulu. Disitu tampak jelas pagelaran “isu sebagai pola.” Kenapa? Sebab langkahnya pasti meski menuai protes disana-sini.
Apabila (isu) 9-11 — agendanya menyerbu Afghanistan secara militer, sedang isu senjata pemusnah massal —- agendanya menggempur Irak. Skema keduanya, ternyata sama yakni kavling-kavling geoekonomi (ladang-ladang minyak dan gas) di Irak dan Afghanistan. Itulah isu sebagai pola dimana isu – tema/agenda – skema (ITS) berjalan pasti.
Pertanyaannya kini, “Apakah klaim Trump atas Jerusalem itu dianggap isu sebagai metode —test the water— atau isu sebagai pola yang memiliki hidden agenda?”
M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)
0 $type={blogger}:
Post a Comment
Berikan komentar anda dengan bijak tanpa mengandung unsur SARA